CEO SpaceX dan Tesla Elon Musk, yang menjadi salah satu pembicara dalam pembukaan World Water Forum ke-10 di Bali, mengungkap solusi krisis air sangat berkaitan dengan energi.
Musk menyebut solusi krisis air akan berbeda untuk setiap negara dan wilayah. Namun, dia menggarisbawahi bagaimana biaya proses desalinasi (proses menghilangkan kadar garam dari air agar bisa diminum) untuk pasokan air sudah murah.
Namun, kata dia, proses desalinasi ini memerlukan fasilitas penyimpanan agar tidak banyak terjadi evaporasi atau penguapan, yang akhirnya membuang-buang energi yang telah dipakai pada proses desalinasi.WORLD WATER FORUM
Elon Musk Ungkap Alasan Mau Hadir di WWF ke-10 Bali\”Saya pikir pada dasarnya Anda dapat mengubah bagian mana pun di dunia untuk menjadi hijau, termasuk seluruh dunia,\” kata Musk di Bali International Convention Centre, Nusa Dua, Bali, Senin (20/5).ADVERTISEMENT .para_caption div {width: 100%;max-width: none !important;position: absolute;z-index: 2;}Musk kemudian menyebut proses desalinasi berkaitan dengan energi. Menurutnya, kita perlu memerhatikan energi yang digunakan untuk proses tersebut.
Ia mengusulkan pemanfaatan energi surya, yang menurutnya masih sangat diremehkan. Pasalnya, kata Musk, energi ramah lingkungan ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal.PLN Dituding Persulit Masyarakat Bangun PLTS AtapSebagai Gambaran, Musk menyebut satu kilometer persegi yang mendapatkan paparan matahari selama satu hari dapat menghasilkan energi hingga 1 Giga Watt.
\”Untuk setiap kilometer persegi ada daya puncak sekitar satu GW, yang sebanding dengan pembangkit listrik,\” jelas Musk.
Potensi energi tersebut menurutnya perlu dikombinasikan dengan baterai sebagai media penyimpanan. Terlebih, menurutnya, biaya pembangkit listrik tenaga surya dan baterai sudah turun drastis.
\”Begitu banyak penelitian yang dilakukan di masa lalu ketika baterai sangat mahal, dan tenaga surya sangat mahal. Dan saya hanya mendorong semua orang untuk melihat kembali biaya tenaga surya dan biaya baterai,\” tuturnya.
\”Dan saya pikir Anda akan terkejut,\” pungkasnya.
Untuk Indonesia, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap, yang biasa dipasang di rumah-rumah, masih butuh sejumlah izin dari BUMN terkait. Hal itu diduga terkait dengan isu penyerapan listrik dari pembangkit konvensional.