Mayoritas karyawan tak menunggu perusahaan menyediakan platform kecerdasan buatan (AI) buat membantu pekerjaan mereka meski ada risiko yang mengintai.
Hal itu terungkap dalam Work Trend Index 2024 yang dirilis Microsoft Indonesia, Jakarta, Selasa (11/6). Survei ini melibatkan 31 ribu orang di 31 negara, dengan tren tenaga kerja dan perekrutan dari LinkedIn, serta pola produktivitas didapat dari Microsoft 365.
\”Para karyawan tertarik untuk mengadopsi AI di tempat kerja, dan tidak akan menunggu perusahaan untuk menyediakannya,\” ungkap Dharma Simorangkir, Presiden Direktur Microsoft Indonesia, di kantornya.Fakta-fakta Zero Day Exploit, Modus Bajak Akun Kakap Jalur DM TikTokMenurut survey tersebut, 76 persen karyawan di Indonesia berinisiatif membawa teknologi AI sendiri ke tempat kerja, \”yang juga disebut sebagai tren Bring Your Own AI (BYOAI).\”ADVERTISEMENT .para_caption div {width: 100%;max-width: none !important;position: absolute;z-index: 2;}Staf yang dilanda tren BYOAI ini berasal dari berbagai generasi; Gen Z mencapai 85 persen, Millennials 78 persen, Gen X 76 persen, dan Boomers 73 persen.
Apa pemicunya?
Pertama, terkait dengan ketiadaan rencana perusahaan.
Dharma mengungkap 92 persen pemimpin perusahaan di Indonesia percaya bahwa AI adalah keharusan dalam bisnis. Namun, masih ada 48 persen pemimpin di Indonesia khawatir organisasi mereka belum memiliki rencana dan visi untuk menerapkan AI.Apple Kenalkan AI, Apa Manfaatnya buat Pengguna iPhone?\”Angka ini (48 persen) lumayan rendah. Lebih banyak pemimpin sudah punya plan, rencana terkait AI. Indonesia sudah jauh lebih baik dari negara lain,\” ujar dia.
Kedua, kerjaan yang makin menumpuk.
Survei Microsoft ini menyebut 68 persen karyawan mengaku kesulitan beradaptasi dengan kecepatan dan volume pekerjaan.
\”Yang dilakukan adalah, 75 persen knowledge workers menggunakan AI saat bekerja,\” sambung Dharma.
Selain itu, 46 persen lainnya baru memulai memakai AI kurang dari 6 bulan terakhir.
Knowledge workers ini merujuk pada pekerja yang mengolah informasi dan pengetahuan, termasuk yang bekerja remote atau freelancer. Khusus di Indonesia, 92 persen knowledge workers ini sudah menggunakan Generative AI saat bekerja.
Pertanyaannya, kata Dharma, \”Apakah BYOAI merupakan praktik yang tepat? Kurang.\”
BYOAI, menurut studi tersebut, berpotensi mengurangi manfaat yang bisa diraih ketika AI digunakan secara strategis dalam skala besar, serta membawa risiko tertentu terhadap data perusahaan.
\”Apakah memang sesuai standar security, privacy? Aplikasi-aplikasi yang dipakai di BYOAI itu perlu di-asses dulu di perusahaan buat mengurangi risiko perusahaan, apalagi data sensitif skala perusahaan,\” tutur Dharma.Microsoft Ungkap Kabar Positif, AI Tak Ambil Alih Pekerjaan ManusiaBerbagai kasus dan studi menunjukkan AI punya risiko privasi dan keamanan data.
Contohnya, kasus tiga pekerja divisi semikonduktor di Samsung yang tak sengaja membocorkan kode sumber rahasia ke ChatGPT saat hendak menguji kesalahan kode.
Imbasnya, Samsung sempat melarang penggunaan AI buat membantu pekerjaan.
Perusahaan khawatir data yang tersebar ke platform AI disimpan di server luar hingga sulit dihapus dan dikembalikan dan bahkan bisa digunakan oleh pihak lain.