Perairan Great Barrier Reef menampilkan pemandangan seperti bekas kebakaran hutan di bawah air usai banyak terumbu karang mati.
Perairan itu mengalami kerusakan karang secara massal imbas krisis iklim.
\”Apa yang terjadi sekarang di lautan kita seperti kebakaran hutan di bawah air,\” kata peneliti utama di Minderoo Foundation Australia Kate Quigley, dikutip CNN, Sabtu (4/5).
\”Kita akan mengalami begitu banyak pemanasan sehingga kita akan mencapai titik kritis, dan kita tidak akan bisa kembali lagi setelah itu,\” imbuhnya.Suhu Panas di Indonesia Terjadi Sampai Kapan?ADVERTISEMENT .para_caption div {width: 100%;max-width: none !important;position: absolute;z-index: 2;}Terumbu karang menjadi korban lonjakan suhu global dalam satu tahun terakhir. Suhu yang kian panas disebabkan bahan bakar fosil yang meningkatkan emisi karbon dan percepatan El Niño.
Saat ini, Great Barrier Reef mengalami musim panas terburuk yang pernah tercatat. Ini sejalan dengan pengumuman National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) yang menyebut dunia tengah mengalami peristiwa pemutihan karang massal.
Pemutihan terjadi saat gelombang panas laut membuat karang mengalami tekanan sehingga menyebabkan karang mengeluarkan alga dari jaringan dan menghilangkan warnanya.
Karang bisa pulih dari pemutihan jika suhu kembali normal, tetapi akan musnah jika air tetap lebih hangat dari biasanya.
\”Ini adalah sebuah kehancuran,\” kata ilmuwan iklim di Universitas Queensland dan kepala ilmuwan di The Great Barrier Reef Foundation Professor Ove Hoegh-Guldberg.Apa Penyebab Gelombang Panas di Asia?\”Suhu menjadi sangat hangat, suhunya berada di luar batas normal. Suhu udara tak pernah terjadi sebelumnya pada tingkat seperti ini,\” lanjut dia.
Perusakan ekosistem laut akan berimbas ke kematian bagi sekitar seperempat spesies yang bergantung ke terumbu karang untuk bertahan hidup.
Terumbu karang juga memberikan perlindungan penting bagi garis pantai, mengurangi dampak banjir, angin topan, dan kenaikan permukaan laut.
Para ilmuwan memperkirakan bahwa, dengan laju pemanasan saat ini, suhu rata-rata global bisa mencapai 2 derajat Celsius di atas suhu pra-industri pada tahun 2050. Pada tingkat panas tersebut, 99 persen terumbu karang akan mati.
Bagi para ahli biologi kelautan kondisi itu menimbulkan rasa duka yang nyata.
Setiap orang yang terhubung dengan terumbu karang sedang bergulat dengan perasaan sedih dan tidak berdaya, kata David Wachenfeld, direktur program penelitian di Australian Institute of Marine Science (AIMS).
\”Terumbu karang setidaknya merupakan burung kenari di tambang batu bara untuk perubahan iklim,\” kata dia.