Pemerintah membuka lagi keran ekspor pasir laut. Kebijakan ini pun langsung menuai polemik di tengah masyarakat, dan tidak sedikit yang menolaknya.
Pembukaan kembali ekspor pasir laut diatur lewat Permendag 20/2024 dan Permendag 21/2024 yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Kebijakan ekspor pasir laut sebetulnya sudah 20 tahun lebih dilarang sejak era Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2002. Namun, keran ekspor laut disebut dibuka lagi di ujung masa kepresidenan Joko Widodo (Jokowi).
Berdasarkan kebijakan tersebut, Jokowi membuka ruang kepada sejumlah pihak untuk mengeruk pasir laut sebagai upaya pengendalian hasil sedimentasi di laut. Belakangan Jokowi berdalih yang diekspor itu bukanlah pasir laut, melainkan hasil sedimentasi laut.
\”Sekali lagi, itu bukan pasir laut ya. Yang dibuka itu sedimen, sedimen yang mengganggu alur jalannya kapal. Sekali lagi bukan, kalau diterjemahkan pasir, beda lho ya,\” kata Jokowi di Menara Dasareksa, Jakarta Pusat, Selasa (17/9).
Pakar Dorong Studi Kelayakan Soal Keran Ekspor Pasir LautMerespons langkah pemerintahan Jokowi ini, berbagai keberatan dilayangkan, baik dari nelayan, pemerhati lingkungan, LSM, Susi Pudjiastuti yang eks menteri Jokowi di KKP, hingga DPR.
\”Bila kita mau ambil pasir atau sedimen pakelah untuk meninggikan wilayah Pantura Jawa dan lain-lain yang sudah parah kena abrasi dan sebagian sudah tenggelam,\” kata Susi melalui akun X (Twitter) Kamis (19/9).
Ia meminta agar pemerintah tidak mengekspor pasir laut tetapi mengembalikan tanah, daratan, dan sawah-sawah masyarakat di Pantura.
\”BUKAN DIEKSPOR!! Andai dan semoga yang mulia yang mewakili rakyat Indonesia memahami,\” ucapnya.Riwayat Ekspor Pasir Laut Ditutup Mega-SBY, Dibuka di Ujung Era JokowiBahaya pengerukan pasir laut
Keran ekspor ini tentu berkaitan dengan pengerukan pasir laut. Pakar mengungkap aktivitas penambangan pasir laut punya potensi dampak yang membahayakan, mulai dari abrasi hingga merusak ekosistem terumbu karang dan kehidupan laut.
Pakar sekaligus Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup Universitas Lampung (Unila) Erdi Suroso menyoroti sejumlah dampak negatif dari aktivitas penambangan pasir laut, salah satunya peningkatan abrasi dan erosi pantai.
\”Dampak negatif dari penambangan pasir laut secara ilegal menyebabkan rusaknya ekosistem laut dalam jangka waktu yang lama dan membutuhkan waktu untuk memulihkannya,\” kata Erdi, mengutip laman resmi Unila.
Selain itu, ia menyebut aktivitas penambangan pasir juga dapat mengurangi kualitas dari lingkungan laut dan pesisir; meningkatkan polusi pesisir; penurunan kualitas air laut yang menyebabkan air laut semakin keruh; merusak daerah pemijahan ikan; dan menyebabkan turbulensi yang meningkatkan kadar padatan tersuspensi di dasar laut.PDIP Kritisi Pemerintahan Jokowi Buka Keran Ekspor Pasir Laut LagiKemudian, penambangan pasir laut juga disebut dapat meningkatkan intensitas banjir rob, terutama di daerah pesisir pantai yang terdapat penambangan pasir laut; merusak ekosistem terumbu karang dan biota laut; dan menyebabkan gelombang yang lebih tinggi menerjang pesisir pantai atau laut karena dasar laut menjadi sangat curam dan dalam. Gelombang akan semakin tinggi sampai ke bibir pantai karena berkurangnya peredaman oleh dasar laut pantai.
Dalam konteks sosial, Erdi mengatakan penambangan pasir laut akan menyebabkan konflik antara komunitas pro lingkungan dengan penambang pasir laut.
Badan organisasi PBB, The United Nations Environment Programme (UNEP) lewat Marine Sand Watch memperkirakan antara 4 hingga 8 miliar ton pasir dan sedimen lainnya dikeruk setiap tahun di lingkungan laut dan pantai.
Selain itu, data yang dianalisis untuk tahun 2012 hingga 2019 menunjukkan bahwa skala pengerukan terus meningkat.
Hal ini sangat mengkhawatirkan terutama di daerah-daerah di mana pengerukan lebih intens dan ekstraksi telah secara substansial melampaui pengiriman sedimen dari darat ke laut.
UNEP menyebut penambangan laut dangkal untuk pasir dan kerikil merupakan inti dari berbagai kegiatan konstruksi. Namun, hal ini menjadi ancaman bagi masyarakat pesisir dalam menghadapi kenaikan permukaan air laut dan badai, karena pasir laut akan dibutuhkan untuk membangun pertahanan pantai, dan mendukung infrastruktur energi lepas pantai seperti turbin angin atau ombak.
Ekstraksi pasir dinilai membahayakan ekosistem pesisir dan dasar laut, termasuk keanekaragaman hayati laut yang terpengaruh oleh kekeruhan air dan perubahan ketersediaan nutrisi serta polusi suara. Ekstraksi pasir di pesisir atau dekat pantai juga dapat memengaruhi salinisasi akuifer dan pengembangan wisata di masa depan.
Perlu studi kelayakan di halaman berikutnya…