Pendiri Pusat AI dan Inovasi Teknologi untuk Demokrasi (PIKAT) Damar Juniarto menyebut revisi Undang-undang Penyiaran sebetulnya diperlukan. Namun, ia menyoroti masih banyak pasal problematis sehingga perlu dicermati lebih lanjut.
\”Ini undang-undang sebetulnya kita perlu. Sudah 22 tahun dia tidak pernah direvisi dari tahun 2002. Sebetulnya ada keinginan untuk merevisi tetapi rumusan revisinya memang kemudian harus bisa mewakili kepentingan publik,\” ujarnya dalam acara diskusi informatif tentang Kemajuan Teknologi dan Kebebasan Berekspresi di @america, Jakarta, Rabu (29/5).
Damar mengatakan hal tersebut diperlukan agar aturan tidak berseberangan antara apa yang diinginkan masyarakat dan pemerintah.
Menurut Damar masih banyak pasal problematis dalam draft RUU Penyiaran terbaru. Beberapa poin problematis ini, mulai dari larangan investigasi hingga persoalan demokrasi.Poin-poin Kontroversial dalam RUU PenyiaranADVERTISEMENT .para_caption div {width: 100%;max-width: none !important;position: absolute;z-index: 2;}Aturan larangan investigasi ini tercantum dalam draft RUU Penyiaran pasal 50B Ayat (2) huruf c yang pada pokoknya menyatakan Standar Isi Siaran (SIS) melarang penayangan eksklusif hasil produk jurnalistik investigasi.
Pada Ayat (2) disebutkan, selain memuat panduan kelayakan isi siaran dan konten siaran sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), SIS memuat larangan mengenai… (c) penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
\”Pasal yang problematis kan sebetulnya bukan hanya sebatas pada larangan investigasi di lembaga penyiaran. Tapi juga kita misalnya melihat ada persoalan diskriminasi di situ, ada persoalan demokrasi di situ, dan prosesnya yang sebetulnya kita anggap tidak layak,\” tutur Damar.Farhan NasDem Temui Massa Aksi: Revisi UU Penyiaran Imbas UU CiptakerDengan demikian, kata Damar, revisi Undang-undang Penyiaran akan lebih baik jika melibatkan lebih banyak pihak, sehingga \”rumusannya itu tidak menjauhi dari apa yang diharapkan kita semua.\”
Lebih lanjut, Damar menyebut RUU Penyiaran bisa masuk ke masa sidang DPR berikutnya. Sebelum waktu tersebut, DPR khususnya Komisi 1 dan pihak yang merumuskan aturan tersebut bisa menemui berbagai pihak yang kontra dengan draft RUU yang tersebar sejak Maret 2024 tersebut.
\”Kesempatannya sekarang adalah menemui pihak-pihak yang keberatan, mulai dari Komnas perempuan, teman-teman seniman, wakil dari koalisi seni, kelompok yang bergerak di isu diskriminasi,\” tutur Damar.Wamenkominfo Bicara Soal Dugaan Salah Tafsir RUU Penyiaran\”Dicatat apa yang kemudian harus dimasukkan dalam perbaikan rumusan draft undang-undang penyiaran,\” pungkasnya.
Sejumlah pihak sebelumnya telah melayangkan kritik keras terhadap wacana revisi UU Penyiaran. Dewan Pers menilai sejumlah poin RUU Penyiaran berpotensi mengekang kemerdekaan pers dan berpeluang melahirkan produk jurnalistik yang buruk.
Mereka terutama menolak usulan poin revisi yang melarang penayangan karya jurnalistik investigasi. Menurut Dewan Pers, aturan itu bertentangan dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.